Cerita Rakyat Asal Usul Pulau Senua,tentang kesombongan
Warta berkisah,pada suatu zaman di Pulau Natuna,hidup
sepasang suami istri yang sepanjang hidupnya terkungkung oleh kemiskinan yang
teramat sangat.Boleh dikata,sejak remaja bahkan setelah menikah,kehidupan
mereka tak pernah juga berubah sekali pun.Karena ingin merubah nasib,setelah
berpikir sekian lama,akhirnya,keduanya memutuskan untuk pergi merantau ke Pulau
Bunguran yang sudah terkenal dengan kekayaan lautnya.
Singkat kata,di
Pulau Bunguran,Baitusen,demikian nama suami bekerja sebagai nelayan,sementara
Mai Lamah,sang istri bekerja membuka kulit kerang untuk dijual sebagai pembuat
perhiasan .Demikian cara dia membantu meringankan beban suaminya.
Selain kehidupannya
perlahan-lahan mulai membaik disertai dengan sikap para penduduk yang demikian
ramah,maka,keduanya merasa betah tinggal di Pulau itu.Rasa senang yang
membuncah di hati Baitusen,maklum sang istri tengah mengandung muda,membuat
tiap hari,ia bekerja tanpa mengenal lelah bahkan daerah tangkapannya pun kian
menjauh dari bibir pantai.Dalam hati dan angannya,ia tak pernah menginginkan
jika sang anak terlahir dalam keadaan miskin sebagaimana diri dan istrinya.
‘’Adik,doakan abang
agar selalu sehat,selamat dan bisa mendapatkan rizki banyak agar sikecil nanti
tidak merasa kegetiran hidup seperti kita.Sepeninggal abang jagalah kandunganmu
dengan sebaik-baiknya,’’kata Baitusen setiap akan melaut.
‘’Baik,adik akan
selalu mengingat dan berdoa buat Abang,’’jawab Mai Lamah dengan manja sambil
bergayut di bahu bidang suaminya.Demikian yang mereka lakukan setiap Baitusen
hendak melaut.
Keadaan itulah yang
terkadang membuat para tetangga mereka menjadi iri akan keharmonisan hidup
keduanya.Hingga pada suatu hari,tanpa sengaja,Baitusen menemukan lubuk yang
berisi ribuan ekor teripang.Dengan perasaan bahagia,Baitusen pun pulang membawa
hasil tangkapannya dan menjualnya kepada para pedagang yang datang dari cina.
Saran tetangganya
ternyata benar adanya.Para pedagang cina berani membeli teripang kering
miliknya dengan harga yang sangat tinggi.Dalam waktu singkat,Baitusen dan Mai
Lamah menjadi orang yang berkecukupan di Pulau Bunguran.
Sejak itu,Baitusen
tak pernah lagi mau mencari kerang,atau siput.Tiap hari,ia terus berburu
teripang,dan hasil penjualannya pun disimpan dan akhirnya di belikan perahu
yang lebih besar.Takdir ternyata telah merubah nasib Baitusen dan Mai
Lamah,boleh dikata,tiap hari ,Baitusen selalu berhasil menangkap teripang dalam
jumlah yang banyak.tak pelak,dalam waktu singkat,keluarga ini menjadi pedagang
teripang yang kaya raya dan terpandang di Pulau Bunguran.
Sayangnya,ada satu
cobaan yang tak mampu dilalui dengan baik oleh keduanya.Setelah kekayaan tiap
hari kian banyak,ternyata perangai Mai Lamah pun turut berubah.Ia tak lagi
seperti duluMai Lamah yang sekarang adalah sosok yang sombong dan kikir.Tak
hanya menolak tetangga yang membutuhkan pertolongannya,ia bahkan menghina
mereka dengan perkataan yang teramat menyakitkan.
‘’Kalian ini orang
miskin,mana mungkin mampu mengembalikan pinjaman tepat waktu.Segera enyah,aku
tidak kuat menahan bau tubuh kalian,’’demikian katanya tiap ada tetangga yang
datang untuk sekedear meminjam uang.
Melihat perubahan
itu,Baitusen acap menegur dan mengingatkan Mai Lamah;’’Adik,berikanlah mereka
sekadar pinjaman,bukankah dahulu kita juga sering ditolong oleh mereka.’’
‘’Abang,mana mungkin
mereka bisa mengembalikan pinjamannya,’’ demikian sergah Mai Lamah.
‘’Bukankah saling
menolong adalah perilaku hidup yang utama,’’demikian ujar Baitusen yang mencoba
melunakkan hati istrinya.
‘’Ketika kita
miskin,tak ada seorangpun yang mau peduli.Cukup Abang,jangan ikut
campur,’’sahut Mai Lamah dengan suara tinggi.
Untuk menghindari
pertengkaran yang semakin besar,biasanya Baitusen pun segera meninggalkan
istrinya yang masih terus saja menggerutu.
Sejak itu,para tetangga mulai menjauh dan bahkan enggan
untuk bertegur sapa dengan Baitusen dan Mai Lamah.Walau begitu alih-alih
berubah,kelakuan Mai Lamah bahkan kian menjadi-jadi,ia semakin sombong bahkan
tak mau melihat apalagi bertegur sapa.
Purnama terus
berganti,hingga akhirnya,tibalah saat Mai Lamah untuk melahirkan.Baitusen yang
sangat kebingungan ketika mendengar rintihan sang istri,mencoba meminta
pertolongan kepada para tetengganya.Tetapi apa lacur,rasa sakit karena menerima
penghinaan dari Mai Lamah,membuat tak seorangpun tetangga ada yang bersedia
untuk menolong persalinan itu.
Karena bingung dan
tak sampai hati mendengar rintihan sang istri,akhirnya Baitusen segera
memutuskan untuk melahirkan di Pulau Seberang.Setelah mempersiapkan segala
sesuatunya,sambil memapah sang istri ,Baitusen pun berkata; ‘’Ayo kita
berangkat ke pulau seberang,abang dengar disana ada seorang dukun beranak.’’
Mai Lamah hanya bisa
mengangguk dengan lesu.Sementara dari mulutnya,tak henti-hentinya keluar
rintihan yang demikian menyayat.Baru beberapa langkah berjalan,bahkan belum
sampai ke pintu kamar,mendadak Mai Lamah pun berkata ; ‘’Abang,jangan lupa bawa
seluruh perhiasan kita.’’
Baitusen yang enggan
berdebat,dengan perasaan berat segera memenuhi permintaan istrinya.Ia segera
mengambil barang yang dimaksud ,dan kembali memapah Mai Lamah ke perahu.
Baitusen pun mulai
mendayung perahunya.Namun,karena arus air datang dari arah Pulau yang
dituju,maka ia pun merasakan berat dalam mengayuh perahunya.Selain arus,barang
bawaan yang berupa perhiasan pun membuat perahu menjadi semakin berat.Oleh
sebab itu,meski Baitusen telah mengeluarkan segala tenaga dan keahlianny dalam
mengayuh perahu,tetapi,sang perahu hanya melaju dengan perlahan.
Tak seperti
biasanya,kali ini,semakin ketengah,terpaan ombak semakin mengganas.Baitusen
semakin kehabisan tenaga,sementara air laut pun mulai memasuki perahu sehingga
membuat Mai Lamah menjadi semakin ketakutan.Sebenta-sebentar,terdengar katanya
;’’Awas abang air laut mulai masuk.kita bisa tenggelam...!’’
Kata-kata Mai Lamah pun menjadi kenyataan.Air
laut yang masuk ke perahu semakin banyak,akhirnya perahu pun tenggelam.Tubuh
keduanya pun hanyut terbawa gelombang dan terdampar di pantai Bunguran
Timur.Dan disambut dengan angin kencang yang disertai hujan yang turun dengan
lebatnya serta lompatan petir yang mengelegar sambung menyambung.Tak ada yang
menduga,kilat pun menyambar tubuh Mai Lamah yang berbadan dua itu berkali-kali
hingga merubah tubuhnya menjadi batu.
Tak ada yang tahu
bagaimana nasib Baitusin.Yang jelas seiring dengan berjalannya waktu,batu
jelmaan tubuh Mai Lamah bertambah besar hingga menjadi sebuah pulau yang oleh
masyarakat sekitar,pulau yang terletak di ujung tanjung Senubing,Bunguran timur
itu disebut sebagai Pulau Sanua,yang berarti satu tubuh berbadan
dua.Sementara,saat ini,Pulau Bunguran terkenal sebagi Pulau sarang burung
wallet yang konon merupakan jelmaan dari perhiasan yang dikenakan Mai
Lamah.(dari berbagai sumber)
Tag:cerita rakyat,cerita legenda nusantara,kisah tauladan
0 Response to "Cerita Rakyat Asal Usul Pulau Senua,tentang kesombongan"
Posting Komentar
Komentar Anda Difilter, Komentar Spam Akan Segera Dihapus